HUBUNGAN AGAMA DAN ILMU PENGETAHUAN

HUBUNGAN AGAMA DAN ILMU PENGETAHUAN

 

PENGERTIAN ILMU PENGETAHUAN

Secara umum, Pengertian ilmu pengetahuan adalah suatu sistem berbagai pengetahuan yang didapatkan dari hasil pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan secara teliti dengan menggunakan metode-metode tertentu.

SUMBER PENGETAHUAN AGAMA HINDU

Dalam ajaran agama Hindu terdapat konsepsi ajaran yang disebut Tri Pramana.

“Tri” artinya tiga, “Pramana” artinya jalan, cara, atau ukuran. Jadi Tri Pramana adalah tiga jalan/ cara untuk mengetahui hakekat kebenaran sesuatu, baik nyata maupun abstrak yang meliputi :

  • Agama Pramana adalah suatu ukuran atau cara yang dipakai untuk mengetahui dan meyakini sesuatu dengan mempercayai ucapan- ucapan kitab suci, karena sering mendengar petuah- petuah dan ceritera para guru, Resi atau orang- orang suci lainnya.
  • Anumana Pramana adalah cara atau ukuran untuk mengetahui dan meyakini sesuatu dengan menggunakan perhitungan logis berdasarkan tanda- tanda atau gejala- gejala yang dapat diamati. Dari tanda- tanda atau gejala- gejala itu ditarik suatu kesimpulan tentang obyek yang diamati tadi. Contoh : Apabila kita memperhatikan sistem tata surya yang harmonis, di mana bumi yang berputar pada sumbunya mengedari matahari, begitu pula bulan beredar mengelilingi matahari pada garis edarnya, tidak pernah bertabrakan, begitu teratur abadi. Kita lalu menjadi kagum dan berpikir bahwa keteraturan itu tentu ada yang mengatur, the force of nature yaitu Sang Hyang Widhi Wasa.
  • Pratyaksa Pramana adalah cara untuk mengetahui dan meyakini sesuatu dengan cara mengamati langsung terhadap sesuatu obyek, sehingga tidak ada yang perlu diragukan tentang sesuatu itu selain hanya harus meyakini. Misalnya menyaksikan atau melihat dengan mata kepala sendiri, kita jadi tahu dan yakin terhadap suatu benda atau kejadian yang kita amati. Untuk dapat mengetahui serta merasakan adanya Sang Hyang Widhi Wasa dengan pengamatan langsung haruslah didasarkan atas kesucian batin yang tinggi dan kepekaan intuisi yang mekar dengan pelaksanaan yoga samadhi yang sempurna.

APARA WIDYA

Penjelasan mengenai Apara Widya melalui artikel dibawah ini :

Membina Hidup dengan Dua Ilmu

“Dvevidye veditavye para chaiva aparacha.
Artha pariayaa tad aksarama adhigamyate.”
(Ishavasya Upanisad I.1. 4 dan 5)

Artinya :
Ada dua cabang ilmu pengetahuan yang harus diperoleh manusia. Yang satu berhubungan dengan dunia materi (apara vidya) dan yang lain berhubungan dengan dunia rohani (para vidya)

MANTRAM Upanisad ini menandakan bahwa dari kitab suci Weda lahirlah dua ilmu yaitu ilmu tentang rohani dan tentang duniawi. Ilmu tentang rohani disebut para widya. Ilmu yang mendalami duniawi disebut apara widya. Kedua jenis ilmu ini harus dicari dan difungsikan secara terpadu dan seimbang dalam hidup ini. Memfungsikan secara tidak terpadu dan seimbang kedua ilmu itu akan dapat menimbulkan keguncangan hidup. Hidup ini memang membutuhkan kedua ilmu tersebut diterapkan secara terpadu dan seimbang untuk memajukan hidup ini. Ada orang menjadi sombong karena merasa pintar dengan mempelajari dan menguasai ilmu duniawi. Ada orang mabuk rohani atau di Bali disebut kedewan-dewan karena merasa sangat mengetahui hal-hal yang bersifat rohani.

Pertumbuhan jasmani yang tidak diikuti oleh pertumbuhan rohani secara terpadu dan seimbang akan menyebabkan manusia tidak seimbang dalam hidupnya. Demikian pula rohani yang berkembang, apabila tidak disertai dengan pemahaman pada keberadaan dunia ini, tidak akan menghasilkan kemajuan dalam hidup ini. Persoalan-persoalan kehidupan dunia modern dewasa ini terjadi karena tidak terpadu dan tidak seimbangnya penerapan kedua ilmu tersebut dalam membangun masyarakat manusia.

Ketidakseimbangan tersebut dipacu lagi oleh arah iptek yang makin mendewa-dewakan spesialisasi secara mutlak. Orang yang sangat ahli di bidang tertentu sering melahirkan sikap superior. Sikap superior itu melahirkan tindakan-tindakan yang eksklusif. Padahal masyarakat membutuhkan sikap hidup yang integratif lawan dari sikap hidup eksklusif. Untuk membangun harmoni hidup yang dinamis. Masyarakat yang harmoni dinamis itu yang akan melahirkan produktivitas sosial yang positif yang pada gilirannya akan melahirkan sikap hidup yang positif.

Oleh karena itu, para pemegang kebijakan pembangunan dalam bidang iptek seharusnya menyadari hal ini. Ilmu-ilmu yang memberikan kemudahan untuk mendapatkan duit dengan cepat sering melahirkan sikap angkuh pada pemilik ilmu tersebut. Penerapan sistem yang ada juga sering melahirkan langkah-langkah yang tidak seimbang dalam memperhatikan kedua macam ilmu tersebut. Hal ini menimbulkan juga sikap yang berat sebelah pada kedua ilmu tersebut. Orang-orang yang memiliki ilmu duniawi sering memandang sebelah mata orang-orang yang berkecimpung dalam bidang ilmu rohani.

Sebaliknya karena peranan pemerintah untuk memberikan dorongan untuk memperhatikan ilmu rohani banyak pula rohaniwan yang merasa paling penting dari yang lain. Ada juga yang merasa paling suci dan menganggap orang-orang yang berkecimpung dalam ilmu duniawi sepertinya orang-orang kotor. Karena itu spesialisasi itu harus diantisipasi dengan arif. Antisipasi itu bisa dilakukan dengan memadukan kedua kelompok tersebut untuk saling membutuhkan dalam membangun hidup yang utuh lahir batin.

Pada kenyataannya, penghargaan yang diberikan pada ilmuwan duniawi itu jauh lebih tinggi dari pada ilmu rohani. Kalau orang berkonsultasi dengan seorang dokter karena menderita penyakit fisik misalnya memberikan uang konsultasi. Tetapi kalau orang yang meminta nasihat pada ilmuwan rohani umumnya masih gratis-gratis saja. Masih dianggap tidak wajar kalau ilmuwan rohani memasang papan untuk berkonsultasi berbagai hal tentang kehidupan rohani.

Kecuali pada pemuka agama yang memimpin upacara agama. Masih banyak kita menyaksikan belum terpadunya penerapan para widya dengan apara widya. Membangun manusia seutuhnya dan seimbang merupakan suatu omong kosong, kalau kedua ilmu itu tidak diterapkan secara seimbang. Pengembangan kedua ilmu itu harus mengacu pada peningkatan kualitas manusia. Karena itu, Mahatma Gandhi menyatakan ilmu tanpa kemanusiaan dapat menimbulkan dosa-dosa sosial.

Dewasa ini pengebangan ilmu pengetahuan duniawi lebih banyak dikembangkan untuk merangsang manusia mengumbar hawa nafsu. Karena dalam kehidupan yang makin glamor bergelimangan fasilitas, justru manusia makin kehilangan rasa bahagia. Mereka merasa kesepian dalam dunia ramai. Pengembangan ilmu yang menyimpang menyebabkan manusia makin kehilangan rasa kemanusiaannya. Ilmu seharusnya dikembangkan untuk mendidik hawa nafsu supaya patuh pada pimpinan akal budi yang mulia. Kebahagiaan abadi hanya bisa datang apabila dicari dengan pendidikan rohani.

Tinggalkan komentar